Home Berita Workshop Penyusunan Perjanjian Kerjasama Luar Negeri untuk Perguruan Tinggi Keagamaan

Workshop Penyusunan Perjanjian Kerjasama Luar Negeri untuk Perguruan Tinggi Keagamaan

by Humas IAIN Palangka Raya
0 comment 218 views

Denpasar Bali, 3 Oktober 2024 – Dalam upaya meningkatkan kualitas kerjasama internasional perguruan tinggi keagamaan di Indonesia, Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri menyelenggarakan Workshop Penyusunan Perjanjian Kerjasama Luar Negeri.

Acara ini berlangsung di Pullman Hotel, Denpasar, Bali, dan dihadiri oleh berbagai perwakilan perguruan tinggi keagamaan dari seluruh Indonesia. Luqman Baehaqi, Ph.D selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) mewakili IAIN Palangka Raya dalam forum ini.

Imam Syaukani, S.Ag., MH, Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Agama RI, mengkritisi upaya kerjasama dengan instansi luar negeri yang dilakukan perguruan tinggi keagamaan di Indonesia.

Menurutnya, beberapa perguruan tinggi saat ini ada yang menjalin kerjasama dengan institusi yang tidak setara, seperti sekolah TK, yang dinilai kurang relevan. “Seharusnya perguruan tinggi melakukan kerjasama dengan instansi yang lebih tinggi, misalnya Dinas Pendidikan atau institusi lain yang setara,” ujar Imam Syaukani.

Workshop ini juga menyoroti prinsip-prinsip utama dalam menjalin kerjasama internasional, yang harus menjadi pedoman bagi perguruan tinggi. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Kesetaraan/Persamaan Kedudukan: Semua pihak yang terlibat harus memiliki posisi yang setara dalam perjanjian.
2. Manfaat dan Keuntungan Bersama: Kerjasama harus saling menguntungkan kedua belah pihak.
3. Kepentingan Nasional: Setiap kerjasama harus mempertimbangkan kepentingan nasional dan kebijakan politik luar negeri Indonesia.
4. Kepatuhan terhadap Hukum Nasional dan Internasional: Setiap perjanjian harus mematuhi hukum yang berlaku, baik di Indonesia maupun di negara mitra.

Selain itu, Syaukani juga menjelaskan posisi International Office di perguruan tinggi yang berada di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM). Hal ini karena kedua lembaga tersebut dinilai memiliki keterkaitan erat dalam hal pengelolaan riset dan kerjasama internasional.

Penandatanganan MoU

Salah satu aturan penting yang disampaikan dalam workshop ini adalah bahwa penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan institusi luar negeri hanya boleh dilakukan oleh rektor. Dekan, ketua jurusan, atau kaprodi tidak diizinkan menandatangani MoU atau Memorandum of Agreement (MoA) tanpa sepengetahuan dan persetujuan rektor. Hal ini bertujuan untuk menjaga formalitas dan legalitas perjanjian yang dibuat.

Dalam kesempatan yang sama, Fertiana Santy, MPPM, CM, Ph.D, pemateri dari Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kemenag RI, menekankan bahwa setiap draft MoU atau MoA perguruan tinggi harus terlebih dahulu dikirimkan ke Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kemenag RI untuk dianalisis sebelum ditandatangani oleh kedua belah pihak. Surat resmi dari rektor yang meminta analisis tersebut harus ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, c.q. Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri.

Fertiana juga menjelaskan beberapa standar yang harus dipenuhi dalam penyusunan redaksi MoU, di antaranya:

1. Seimbang: Setiap klausul harus mencerminkan kesetaraan antara dua pihak.
2. Konsisten: Istilah yang digunakan dalam perjanjian tidak boleh berubah-ubah.
3. Detail: MoU harus disertai dengan penjelasan yang lebih rinci dalam Perjanjian Kerjasama (PKS).

Selain itu, dalam workshop ini dibahas tentang Standard Operating Procedure (SOP) atau Service Level Agreement (SLA), yang menentukan berapa lama proses penelaahan draft MoU dapat diselesaikan oleh Biro Hukum.

Evaluasi berkala terhadap perjanjian kerjasama internasional juga ditekankan sebagai langkah penting untuk memastikan keberhasilan dan keberlanjutan. Selain kepatuhan terhadap hukum, evaluasi harus mencakup aspek seperti distribusi tanggung jawab, manfaat bagi mahasiswa dan dosen, serta dampak jangka panjang bagi institusi.

Keberlanjutan kerjasama internasional juga memerlukan perencanaan jangka panjang, termasuk strategi pembaruan atau penghentian perjanjian jika tujuan kerjasama tidak tercapai.

Workshop ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi perguruan tinggi keagamaan dalam menyusun dan menjalankan kerjasama internasional yang efektif dan berkelanjutan, dengan tetap mengedepankan prinsip hukum, kesetaraan, dan manfaat bersama.

You may also like

HUMAS/AUAK

IAIN PALANGKA RAYA

Kampus Itah News

Fakultas

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

COPYRIGHT © 2018-2023 HUMAS IAIN PALANGKA RAYA

PROUDLY POWERED BY TEKNO HOLISTIK