Home Berita PUASA DAN SPIRIT PERLAWANAN

PUASA DAN SPIRIT PERLAWANAN

by Humas IAIN Palangka Raya
0 comment 1.3K views

By: Hakim Syah

Tamu agung itu kembali datang dan menyapa orang-orang beriman. Tamu agung itu tak lain adalah ramadhan. Satu di antara bulan-bulan lainnya dalam kalender atau penanggalan hijriah yang memiliki banyak keistimewaan. Kitab suci Al Quran dan Sunnah Nabi (hadits) pun merekam banyak keistimewaan bulan ini. Ramadhan memiliki banyak predikat atau sematan. Semua itu merupakan wujud pemuliaan terhadapnya. Pada bulan ramadhan ini umat muslim ditempa dengan menjalani ibadah puasa dengan tujuan tertentu seperti ditegaskan melalui firman-Nya. Berpuasa merupakan kewajiban yang diperuntukkan bagi setiap orang yang beriman. Para ulama memberikan definisi tentang puasa itu sendiri baik dari aspek kebahasaan maupun aspek istilah. Puasa ramadhan adalah satu dari lima rukun Islam.

Puasa adalah spirit perlawanan. Dalam banyak literatur keagamaan, puasa dimaknai dengan ragam sudut pandang. Menurut penulis sendiri, puasa dapat dimaknai sebagai spirit perlawanan. Bicara perlawanan berarti ada objek atau sasaran yang dilawan. Berpuasa berarti melawan segala bentuk keburukan seperti sifat-sifat dan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sifat-sifat buruk dan tindakan buruk
memang selalu ada dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, Allah s.w.t. menempatkan puasa sebagai bentuk ibadah istimewa antara Dia dan hamba-Nya. Dibandingkan dengan ibadah lainnya seperti shalat, zakat, dan haji, puasa dikategorikan sebagai ibadah yang bersifat sirr (rahasia).
Puasa idealnya mampu melahirkan sensitivitas atau kepekaan diri bagi individu-individu yang menjalaninya.

Puasa tentu saja tidak sekadar manifestasi perlawanan secara fisik, namun juga secara psikis kejiwaan. Ketidakadilan, keserakahan, kezaliman, kesombongan, keegoan dan semua bentuk tindakan yang menabrak nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan sudah semestinya dilawan. Dan puasa adalah salah satu senjata yang dapat digunakan. Setidaknya puasa merupakan semacam perisai diri. Puasa sejatinya melahirkan kebaikan-kebaikan yang tidak hanya bersifat individual, tetapi juga bersifat sosial. Nilai atau hikmah yang terkandung dalam praktik laku berpuasa semestinya direfleksikan secara total. Puasa bukanlah praktik keagamaan yang kering makna. Puasa lebih jauh adalah semacam
vitamin yang menyehatkan bagi diri secara individual pun secara sosial.

“Berpuasalah maka akan
menjadi sehat”, nampaknya bukanlah ungkapan kosong tanpa bukti. Pelbagai kajian medis ilmiah
telah membuktikan bahwa puasa merupakan satu cara yang tepat untuk menjadikan jasmani dan ruhani manusia sehat. Kewajiban berpuasa di bulan suci ramadhan adalah wujud kasih sayang Allah s.w.t. kepada setiap hamba-Nya yang beriman. Manusia harus dididik dengan cara tertentu seperti puasa. Hal itu penting karena manusia sendiri adalah makhluk yang lebih mudah lupa ketimbang ingat. Tidak heran jika nashnash kitab suci baik al Quran maupun Sunnah Nabi pun banyak mengandung pesan-pesan seputar peringatan.

Puasa pun sesungguhnya adalah semacam alat bantu pengingat. Dengan berpuasa, manusia diingatkan untuk kembali kepada hakikat dirinya. Dengan berpuasa manusia diingatkan untuk memiliki empati terhadap sesamanya. Puasa adalah cara Allah s.w.t. agar manusia memiliki kelembutan. Dengan pemaknaan seperti itulah, sudah sewajarnya jika puasa tidak diposisikan sebagai beban yang
memberatkan diri apalagi sekadar tindakan menggugurkan kewajiban dalam agama. Warning atau peringatan dari nabi Muhammad s.a.w. bahwa orang yang berpuasa tidak memperoleh apa-apa dari
puasanya kecuali lapar dan haus, patut untuk dicamkan oleh pemuasa.

You may also like

Leave a Comment

HUMAS/AUAK

IAIN PALANGKA RAYA

Kampus Itah News

Fakultas

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

COPYRIGHT © 2018-2023 HUMAS IAIN PALANGKA RAYA

PROUDLY POWERED BY TEKNO HOLISTIK