Home Berita Puasa Merawat Hati

Puasa Merawat Hati

by Humas IAIN Palangka Raya
0 comment 1.2K views

Oleh Abdul Azis

Rasulullah Muhammad SAW bersabda:“Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka seluruh tubuh juga baik. Jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati”. (HR. Muslim).

Sebagai insan yang sempurna, manusia di samping dikaruniai akal juga hati. Hati manusia sifatnya bolak balik, mudah dimasuki berbagai macam penyakit dan penyakit hati ini jauh lebih berbahaya dari pada penyakit fisik karena sifatnya yang abstrak. Momentum bulan Ramadhan seperti saat ini, merupakan sarana yang tepat untuk kita merawat dan membersihkan hati dari berbagai penyakit seperti sombong, ujub, iri dan dengki, riya, bakhil, kikir dan penyakit hati lainnya.

Di bulan puasa kita dianjurkan untuk meningkatkan segala macam amal ibadah, baik yang sifatnya hablum minallah maupun hablum minannas seperti qiyamul lail, zikir, membaca al-qur’an, sedekah, infak, memberikan makan fakir miskin maupun membukakan orang berpuasa dan lain-lain. Tentu saja berbagai sarana ini dilakukan sebagai cara kita untuk merawat hati.

  1. Zikrullah (Berzikir kepada Allah). Ibnul Qayyim al-Jauziyyah berkata, kebutuhan hati terhadap zikir bagaikan kebutuhan ikan terhadap air. Apabila ikan tidak mendapatkan air, maka ikan tersebut akan mati. Begitulah hati, ia akan hidup dengan zikir kepada Allah SWT dan dia akan mati tanpa berzikir kepada-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Perumpamaan orang yang berzikir kepada Rabb-Nya dengan orang yang tidak berzikir kepada Rabb-Nya, adalah seperti orang yang masih hidup dengan orang yang telah mati,” (HR Bukhari).
  2. Bergaul dengan Orang-orang Baik. Hati akan terawat dengan baik, jika bergaul dengan orang-orang baik. Karena, orang-orang baik akan mengajak kepada kebaikan, mengingatkan kepada kesalahan, dan merupakan cerminan kepribadian. Allah SWT mengingatkan, dalam firman-Nya: “Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersamaorang-orang yang benar.” (QS at-Taubah: 119).
  3. Ilmu dan Duduk di Majelis-majelis. Imam Syafi’i berkata, bahwa ilmu adalah cahaya. Cahaya (nur) tidak mungkin diberikan oleh Allah kepada seorang hamba yang bermaksiat kepada-Nya. Dengan demikian, kebodohan adalah kegelapan bagi hati. Apabila hati telah gelap, jauh dari cahaya ilmu, penerang iman, maka manusia tidak akan dapat lagi membedakan mana yang benar dan salah. Sebagaimana firman Allah SWT: “… Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran,” (QS az-Zumar : 9). Wallahu ‘alam.

You may also like

Leave a Comment

HUMAS/AUAK

IAIN PALANGKA RAYA

Kampus Itah News

Fakultas

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

COPYRIGHT © 2018-2023 HUMAS IAIN PALANGKA RAYA

PROUDLY POWERED BY TEKNO HOLISTIK