Home Berita Zakat: Potensi yang Terabaikan

Zakat: Potensi yang Terabaikan

by Humas IAIN Palangka Raya
0 comment 1.1K views

Oleh Sabarudin Ahmad, S.Sy., M.H.

Kemiskinan merupakan permasalahan klasik yang senantiasa menjadi isu yang selalu diperbincangkan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dapat diketahui bahwa angka kemiskinan di Indonesia memang masih tinggi, meskipun dalam satu dekade terakhir adanya penurunan. Pada tahun 2011 angka kemiskinan berjumlah 30,01 juta jiwa, 2012 (28,71 juta jiwa), 2013 (28,60 juta jiwa), 2014 (27,73 juta jiwa), 2015 (28,51 juta jiwa), 2016 (27,76 juta jiwa), 2017 (26,58 juta jiwa), dan 2018 (25,67 juta jiwa).

Pemerintah telah berupaya mengatasi kemiskinan melalui berbagai program, mulai dari program Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun dalam kenyataannya permasalahan kemiskinan masih menjadi momok bagi bangsa ini. Selain upaya yang telah dilakukan di atas, salah satu upaya potensial dari umat Islam yang dapat berkontribusi bagi pengentasan kemiskinan di Indonesia ialah melalui zakat.

Zakat merupakan instrumen penting dalam Islam yang menjadi pilar-pilar agama (rukun Islam). Di antara sekian bentuk filantropi Islam seperti infaq, sedekah, hibah dan wakaf, zakat merupakan satu-satunya yang penunaiannya merupakan suatu kewajiban. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

Selain itu, zakat memiliki potensi untuk dikembangkan secara ekonomi. Jika dilihat dari pertumbuhannya, zakat dalam setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup pesat. Namun, pertumbuhan tersebut masih sangat jauh dari potensi zakat yang sebenarnya.

Menurut data dari Pusat Kajian Strategis Baznas, potensi zakat secara nasional pada tahun 2011 mencapai 217 triliun rupiah, penelitian berikutnya pada tahun 2015 meningkat menjadi 286 triliun rupiah, dan terakhir pada tahun 2017 meningkat hampir seratus persen yakni 462 triliun rupiah.

Namun, potensi tersebut masih jauh dari realisasinya. Realisasi dana zakat (termasuk infak dan sedekah) yang dapat dihimpun oleh Baznas pada tahun 2015 sebanyak 3,6 triliun, tahun 2016 meningkat menjadi 5 triliun, dan tahun 2017 menjadi 6,2 triliun.

Berdasarkan jumlah penghimpunan pada tahun 2017, mayoritas zakat yang dihimpun merupakan zakat maal (penghasilan individu), yakni mencapai 44,75% dari keseluruhan. Padahal proporsi terbesar dari potensi zakat di atas berasal dari zakat perusahaan (perindustrian).

Permasalahan realisasi penghimpunan zakat yang begitu jauh dari potensinya perlu mendapatkan perhatian serius. Menurut Baznas setidaknya ada lima hal yang menghambat realisasi tersebut. Pertama, rendahnya kesadaran wajib zakat (muzakki). Hal ini karena terbatasnya pengetahuan sebagian masyarakat akan kewajiban zakat, yang sering dipahami hanya sebatas zakat fitrah. Kedua, minimnya daya dukung dari regulasi untuk proaktif dalam melaksanakan amanah undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang Zakat. Tugas pemerintah seharusnya tidak sebatas menyediakan pelayanan dan menciptakan kondisi yang kondusif, tetapi juga harus ada ketegasan kepada institusi-institusi zakat tanpa izin agar mematuhi undang-undang.

Ketiga, basis zakat yang tergali masih terkonsentrasi pada dua jenis objek zakat yaitu zakat fitrah dan profesi. Padahal masih banyak objek zakat lainnya yang seharusnya dapat dioptimalkan, terutama zakat perindustrian. Keempat, masih rendahnya insentif bagi wajib zakat untuk membayar zakat, khususnya terkait zakat sebagai pengurang pajak sehingga ia terkena beban ganda. Kelima, masih adanya sebagian masyarakat yang memiliki ketidakpercayaan terhadap lembaga zakat yang dinilai lemah dan tidak profesional.  Beberapa lembaga zakat di sebagian daerah hanya menerima pengumpulan dan tidak bergerak aktif, sehingga penting untuk mengatur positioning lembaga zakat, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah untuk memaksimalkan peran penguatan manajemen lembaga.

Ketika potensi yang besar ini dapat dimaksimalkan, maka bukan tidak mungkin persoalan kemiskinan yang berlarut-larut dapat teratasi. Ketahuilah bahwa orang yang mengeluarkan zakat tidak akan berkurang hartanya. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda “Harta tidak berkurang karena shadaqah (zakat) dan shadaqah (zakat) tidak diterima dari penghianatan.” (HR. Muslim). Zakat selain berfungsi mensucikan dan menjadi berkah bagi yang mengeluarkannya, juga merupakan bentuk filantropi dalam Islam terhadap sesama.

Sumber:

Berita Resmi Statistik No. 07/01/Th.XXII, 15 Januari 2019.

Pusat Kajian Strategis Baznas, Outlook Zakat Indonesia 2018, Jakarta: Puskas Baznas, 2018.

Pusat Kajian Strategis Baznas, Outlook Zakat Indonesia 2019, Jakarta: Puskas Baznas, 2019.

You may also like

Leave a Comment

HUMAS/AUAK

IAIN PALANGKA RAYA

Kampus Itah News

Fakultas

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

COPYRIGHT © 2018-2023 HUMAS IAIN PALANGKA RAYA

PROUDLY POWERED BY TEKNO HOLISTIK