Home Berita ANTARA GURU, MURID DANKEBERKAHAN ILMU

Menimba ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang mengaku dirinya beriman (laki-laki maupun perempuan), ilmu apapun selagi itu bernilai kebaikan terlebih ilmu Agama. Sebagaimana sabda Nabi saw yang artinya ”Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, maka Dia akan memberikan pemahaman tentang dien (Agama) kepadanya (HR.Imam Bukhari).

            Menarik untuk kita perhatikan bahwa ilmu agama adalah suatu keniscayaan yang harus kita terima dan pelajari. Alasan ilmu agama menjadi pondasi keilmuan lainnya adalah adanya muatan norma sehingga siapapun yang belajar agama pasti akan menerima tuntunan norma yang termuat di dalamnya. Proses menimba ilmu ada kaitannya dengan norma agama yang dikenal dengan istilah adab. Istilah adab sangat luas untuk dijabarkan, namun secara sederhananya bisa dibagi menjadi tiga macam: pertama, adab ketika ingin bepergian menuntut ilmu; kedua, adab sedang menuntut ilmu; dan ketiga, adab ketika telah selesai menuntut ilmu. Adab tersebut mengatur hubungan antara orang tua dan anak (peserta didik), anak dengan anak yang lain, anak dengan guru dan orang tua dengan guru.

            Membahas bagian adab antara peserta didik dengan gurunya setelah lulus pada satu jenjang pendidikan. Label seseorang disebut guru dewasa ini bukanlah sesuatu yang mudah, dengan syarat tertentuserta kualifikasi pendidikan yang jelas barulah seseorang bisa dikatakan guru (pendidik). Kaitannya setelah seorang peserta didik dinyatakan tamat pada satu jenjang pendidikan apakah juga telah menamatkan untuk menyebut guru pada orang yang telah mendidiknya di sekolah PAUD, SD, SMP, bahkan SMA? Apakah ada istilah bekas guru? Bagaimana cara memperlakukannya? Di sinilah sering terjadi kekeliruan dalam berperilaku terhadap orang yang telah mendidik di masa lalu. Mengutip perkataan Sayyidina Ali ra yang artinya:Aku adalah hamba / abdi dari siapapun yang mengajariku walaupun hanya satu haruf. Aku pasrah padanya. Entah aku mau dijual, dimerdekakan atau tetap sebagai seorang hamba”.

Iman kita mungkin tak setebal sahabat Ali, tapi perlu digarisbawahi, yang dilakukan beliau adalah bukti ketinggian ilmu dan kehati-hatian beliau dalam berprilaku kepada seorang guru dengan maksud menjaga keberkahan ilmu. Tak jarang seorang murid yang dalam perjalanan hidupnya juga menjadi guru dan ditakdirkan satu tempat kerja dengan guru-gurunya dulu, seorang mahasiswa menjadi dosen di kampus yang sama bertemu kembali dengan dosen-dosennya saat kuliah. Santri yang menjadi pengabdi di pesantren sang kyai dan seterusnya. Hal yang paling penting yang perlu digarisbawahi adalah guru akan tetap menjadi guru, dan murid akan tetap menjadi murid secara hakikatnya, untuk itu mari menempatkan di hati kita guru-guru yang telah banyak memberi didikan, jalin silaturrahim bagi yang masih hidup, dan doakan bagi yang sudah tiada karena ada berkah ilmu di antara guru dan murid.Wallahu a`lam. (Ahmad Syarif)

***

You may also like

Leave a Comment

HUMAS/AUAK

IAIN PALANGKA RAYA

Kampus Itah News

Fakultas

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

COPYRIGHT © 2018-2023 HUMAS IAIN PALANGKA RAYA

PROUDLY POWERED BY TEKNO HOLISTIK