Kiprah IAIN Palangka Raya kian diperhitungkan dalam pentas publikasi ilmiah di Indonesia. Contohnya, Journal on English as a Foreign Language (JEFL) yang sukses meraih status Sinta-2 pada tahun 2019. Beberapa penggiat publikasi ilmiah juga telah bergabung dengan perhimpunan editor nasional yang diketuai oleh Prof I Gede Komang Wiryawan (IPB). Yakni Himpunan Editor Berkala Ilmiah Indonesia (HEBII).
Dari beberapa orang dosen tersebut, Abdul Syahid dipercaya menjadi salah seorang Pengurus Pusat HEBII Periode 2020-2022. Ia adalah mantan Editor-in-Chief Jurnal Transformatif (Islamic Studies). Ia berhasil membangkitkan jurnal yang pernah mati suri setahun lebih. Diantarkannya jurnal ini meraih status Sinta-4 tahun 2020. Ia juga menjadi reviewer dua jurnal internasional bereputasi. Yakni The Electronic Library dan Library Philosophy and Practice. Masing-masing menduduki Q1 dan Q2 di Scopus. Di HEBII, dosen Tadris Bahasa Inggris ini ditugaskan dalam Komisi Etika Publikasi.
Permintaan menjadi Pengurus Pusat HEBII disampaikan melalui email 24 Juni 2021. Semula, ia gamang menerimanya. “Bukan apa-apa, mas,” tuturnya kepada reporter Kampus Itah News, “Pengurus HEBII itu orang-orang top … pake banget lagi, “Mayoritas Pengurus Pusat berisi Profesor.”
Komisi Etika Publikasi saja berisi nama-nama paling bersinar dalam bidangnya masing-masing. Ada Prof. Dr. Ratu Ilma Indra Putri, M.Si. (Scopus ID 55874038900) dari Universitas Sriwijaya. Ia memiliki 101 karya di Scopus. Nama besar lainnya, Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA (Scopus ID 55845650900) dari IPB. Ia mencatatkan 56 artikel di Scopus. Ada lagi dr. Laurentius Aswin Pramono, SpPD (Scopus ID 37063602400). Dokter spesialis di RS St. Carolus Jakarta ini juga akademisi di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Scopus telah mengindeks 23 karyanya. Dari Universitas Brawijaya ada Prof. Dr. Ir. Kuswanto, MS (Scopus ID 57192702058). Ia sudah menggelontorkan 22 tulisan di Scopus.
“Gimana saya gak minder. Tulisan saya di jurnal terindeks Scopus bulan Juni ini baru enam. Wah, ilmu dan karya saya gak seujung kuku mereka,” ujar pria yang belum setahun menjadi dosen ini berterus terang. “Untunglah, sikap tokoh-tokoh itu kepada saya sangat terpuji. Gak ada kesan merendahkan,” tambah pria yang suka bercanda ini.
HEBII berkantor di Gedung Fakultas Peternakan IPB, Jalan Agatis, Kampus IPB Darmaga, Bogor. Tujuannya adalah untuk membantu peningkatan kapasitas dewan editor Indonesia dalam mengelola jurnal dan manuskrip untuk meningkatkan kualitas jurnal yang diterbitkan sehingga dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan manusia.
Komisi Etika Publikasi sendiri tugasnya antara lain merencanakan dan melakukan aktivitas terkait dengan etika publikasi dari artikel ilmiah. Tanggung jawabnya juga termasuk mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan etika publikasi dari setiap anggota.
Menurut Abdul Syahid, tak lama lagi HEBII akan menyelenggarakan workshop tentang Etika Publikasi. Workshop ini sangat penting bagi penggiat jurnal. Termasuk dosen dan bahkan mahasiswa. Hal in karena etika publikasi mencakup proses penelitian. Sudah banyak jurnal internasional bereputasi mempersyaratkan pernyataan etika penelitian jika melibatkan manusia dan, bahkan, hewan. Bahkan penelitian di bidang sosial humaniora.
Etika publikasi pun mencakup proses pra dan pasca penerbitan. Jadi, ternyata ada banyak hal dalam etika publikasi. Tidak semata-mata problem plagiat. “Agar memiliki pemahaman utuh, mari ikuti workshop tentang etika publikasi yang dipersembahkan HEBII, ” tutup Abdul Syahid seraya mengundang segenap civitas academica IAIN Palangka Raya. “Ini juga salah satu cara agar IAIN Palangka Raya menjadi center of excellence, minimal di Kalimantan.” (DA/AS)