Palangkaraya – Jumat, 12 April 2024 Rektor IAIN Palangka Raya, Prof. Dr. Ahmad Dakhoir, M.H.I mengisi Khutbah Jumat di Masjid Raya Darussalam. Dengan tema khutbah “Tulus Vs Modus”, beliau memberikan ceramah mendalam tentang pentingnya untuk tulus beribadah dan pengabdian kepada Allah SWT.
Dalam khutbahnya, Prof. Dakhoir mengajak kepada para hadirin semua untuk bersyukur dan berterimakasih kepada Allah SWT karena telah melewati sebuah perintah agama, “Sebuah perintah yang apabila dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, manusia akan berubah pola kehidupannya.”
“Idul fitri adalah sebuah perayaan besar tentang kemenangan spiritual. Sebuah simbol menangnya nilai-nilai ketaqwaan dalam menguasai dan mengendalikan hawa nafsu sendiri. Outcome inilah produk dari berpuasa ramadhan, zakat dan menebar perdamaian melalui fitrah beragama yang benar.”
“Sayyidina Ali bin abi thalib pernah di tanya, apa makna hari raya wahai Ali? Beliau menjawab, ied/hari raya yang sesungguhnya adalah hari dimana aku sudah berubah, aku sudah tidak maksiyat lagi kepada Tuhanku. Hari raya adalah puncak ketaqwaan dan keimanan. Tidak ada lagi dosa bagiku.”
“Keimanan dan ketaqwaan itu awal dari segala kebaikan. Letaknya ada di bagian substansi semua ibadah yang dilaksanakan dengan ketaatan, semangat, tekad dan keyakinan yang bulat bahwa persembahan hanya untuk Allah SWT. Keimanan dan ketaqwaan inilah dua modal dasar terjadinya perubahan dalam diri manusia.”
“Tidak mudah merubah sifat habit attitude dalam diri manusia menjadi manusia yang mau mengakui bahwa Allah tuhannya, Allah yang menciptakannya. Dulu saat dialam Rahim, manusia pernah mengukui bahwa Allah adalah tuhannya. Setelah lahir besar dan sukses, pengakuan itu menipis, bahkan ada yang lupa sama sekali atas perjanjian itu.”
“Puasa, zakat dan idul fitri merupakan serangkaian perayaan untuk mengingatkan kembali perjanjian fitrah itu, dan tentu sebagai instrument perubahan pola dan gaya hidup manusia.”
Beliau melanjutkan bahwa ramadhan dan syawwal sejatinya bertujuan merubah gaya hidup ruhani umat islam. 11 bulan terkadang gaya hidup umat islam jauh dari gaya hidup orang beriman. Gaya hidup orang beriman, mudah berempati, dan mawas diri karena berpuasa. Gaya hidup orang beriman bertaqwa senang berbagi karena dilatih zakat, dan gaya hidup orang beriman bertaqwa suka memaafkan, menjauhi permusuhan dan menebar perdamaian karena sudah menjadi insan yang fitri.
“Jika dikaitkan dengan perubahan gaya hidup umat islam saat ini, tentu garapan dakwah diberbagai bidang harus terus dilakukan. Fenomena childfree misalnya, semakin banyak diminati, hari ini banyak pasangan menikah memiliki preferensi untuk lebih suka tidak memiliki anak setelah kawin, candu gadget yang semakin nyata, game judi online merebak, flexing, perzinahan, korupsi, senang dipuji dan di kultuskan, terus merambah luas di kalangan masyarakat.”
“Semua gejala sosial itu menunjukan adanya patologi sosial di masyarakat kita. Fenomena gaya hidup buruk yang sudah menjadi sifat dan karakter itu tentu menjadi indikator yang sangat kuat bahwa perubahan sosial yang terjadi didepan mata, dan terdengar jelas merupakan puncak telah terjadinya perubahan di dalam fitrah manusia.”
“Jika kita kembalikan kepada ajaran gaya hidup orang beriman, Perubahan-perubahan gaya hidup buruk seperti itu, terjadi kalau apa yang ada didalam diri seperti fikiran dan hati telah berubah. Innallaha la yughayyiru ma bi qaumin hatta yughayyiru ma bi anfusihim. Allah tidak mengubah kondisi sosial masyarakat sampai mereka merubah dulu apa yg ada dalam diri personal masyarakat itu. Allah mengubah yang diluar, tapi perubahan yang diluar itu lahir dari perubahan apa yang ada dalam diri manusia, berubahnya nilai-nilai yg di anut. Jika nilai yang dianut dalam diri masyarakat tidak berubah, maka tidak akan berubah tatanan sosial masyarakat. Sebaliknya, jiika yang di anut didalam diri berubah, maka berubah pula tatanan luar yang dianut masyarakat.”
“Oleh sebab itu, pada momen masih suasana lebaran fitri tahun ini, dengan segala kerendahan hati, mari untuk memulai mengubah tatanan social yang belum tertata itu, dengan mengingat kembali jawaban sayyidina Ali bin Abi Thalib, apa inti hakikat hari raya itu wahai Ali? beliau menjawab, ied/hari raya yang sesungguhnya adalah hari dimana aku sudah tidak maksiyat lagi kepada Tuhanku.”
“Iedul fitri adalah moment perubahan prestisus manusia menjadi penyembah Tuhan, dengan setulus-tulusnya, tidak ada sekutu baginya. Tuhan adalah pujaan, Tuhan segala penerima pujian. Tuhan bukanlah tempat persembahan-persembahan palsu, dan modus-modus kesempatan.”
Syekh Abdullah bin Hanif Anthokia, berkata:
Yang artinya: “Allah berfirman kepada hambanya, kelak dihari kiyamat para hamba menagih semua janji Allah swt. Allah diminta agar memberikan pahala atas amal mereka di dunia.”
Tetapi apa yang terjadi, Allah malah membuka selubung kepalsuan hamba yang menagih tadi, Allah malah membuka modus-modus mereka melakukan amal saat hidup di dunia, dengan berkata:
“Wahai manusia bukannya kalian sudah dapat tujuanmu. Wahai para pendakwah, dulu tujuan dakwahmu dan berbagi ilmumu, hanya untuk mendapat amplop dan fasilitas di majelis, di forum, kelas ruang seminar, dan medsos bukan?. Bukankah cuma itu tujuanmu?
Wahai manusia, bukannya segala macam pengabdianmu dulu, tujuannya hanya untuk pencitraan terhadap rakayat, dan saat itu engkau sudah berhasil mendapatkannya, buktinya engkau hari ini sudah di angkat menjadi pemimpin mereka bukan?
Begitu juga semua modus amal shaleh dalam bisnismu, kan sudah kamu raih dengan berbagai transferan ke rekeningmu? Dulu ngakunya berjuang atas nama agama, tapi ujungnya-ujungnya buat menuh-menuhin kantung rekeningmu bukan?.
Wahai manusia, hemm hem termasuk juga penghormatan atas statusmu, baik gelar, nasab, dan status sosialmu, bukankah sudah kamu dapatkan juga semua balasan itu di dunia?.
Terus kamu masih mau minta ganjaran dari aku, berkat amalan modus dan pamer dan yang penting viral itu? Semua amalan yang banyak udah kamu raih di dunia wahai manusia, kenapa kok masih-masihnya berani ngarep balasan dari aku?
“Rasanya betul-betul ngenes di bongkar selubung modus dan kedok kita di akhirat langsung oleh Allah kayak gini. Mau ngeles gimana hadirin, malaikat bukan oknum aparat yang bisa kita bayar, pengacara top pun ga sanggup menolong kita di akhirat.”
“Amal ibadah Ramadhan, puasa, zakat dan idul fitri yang akan kita bawa kelak dihadapan Allah, akan diunboxing oleh Tuhan serigid mungkin. Kesemuanya itu akan bisa kita lalui manakala pangkal ibadah hingga outcomenya betul-betul terlihat dari gaya hidup yang berubah baik, pasca puasa, zakat dan idul fitri ini. Gaya hidup yang terlihat dan baik, tentu sangat dipengaruhi oleh gaya ruhani, gaya berfikir dan gerak hati yang selama ini kita jalani. Gaya hidup ruhani kita inilah yang mulai harus kita tengok kembali, dan kita jaga dan rawat dalam pengabdian dan ketaatan bulat kepada Allah SWT.”
“Kita mungkin tidak menyekutukan Allah dengan Tuhan lain, tapi boleh jadi kita sering menyekutukan amal-amal shaleh kita dengan selain Allah. Sekali lagi yang menang itu tulus, bukan yang modus.”, tutupnya.