Home Berita Selalu di Arafah (13), Wada’: Perih-Pedih Perpisahan

Selalu di Arafah (13), Wada’: Perih-Pedih Perpisahan

by Humas IAIN Palangka Raya
0 comment 389 views

Oleh: Ahmad Dakhoir (PPIH Kloter BDJ 3)

Pagi-pagi saya membuka pintu kamar hotel, ada seorang jamaah berpakaian gamis dan rapi. Ketika saya bertanya hendak kemana, ia menjawab hendak thawaf wada’. Mendengar kata wada’, saya teringat khutbah wada’ Rasulullah SAW. Dulu saya memang sering sekali membaca isi khutbah itu. Tapi untuk hari ini, membaca bait awal saja, rasanya lain sekali.

Mari kita bersama-sama mendengarkan Rasulullah SAW ketika khutbah wada’, yang substansi isinya sebagai berikut:

“Wahai manusia, dengarkanlah pesanku baik-baik. Aku akan menyampaikan kepada kalian satu wasiat, karena sungguh aku tidak tahu, apakah aku akan bertemu lagi dengan kalian sesudah tahun ini, di tempat aku berdiri (sekarang) ini.”

Kalimat di atas mengandung 2 isyarat. Bagi sahabat, kata “keterangan” atau wasiat dan kata “apakah aku akan bertemu lagi dengan kalian” adalah kalimat yang menggetarkan seluruh manusia termasuk kita saat ini. 2 kalimat itu, telah membuka kepedihan pertama, khususnya semua para sahabat.

Dua kalimat di atas mengisyaratkan bahwa Rasulullah SAW telah membuat demarkasi (batas), yaitu batas antara hidup dan kematian. Setelah itu beliau melanjutkan khutbah yaitu sebagai berikut:

“Wahai manusia! Hari apakah ini? Mereka menjawab, hari haram. Negeri apakah ini? Mereka menjawab, negeri haram. Bulan apakah ini? Mereka menjawab, bulan haram”.

Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian adalah haram, seperti haramnya tanah ini dan bulan ini (beliau mengulang-ngulang kalimat ini). Kemudian beliau mendongakkan kepala dan berdo’a: Ya Allah bukankah aku telah menyampaikannya? Ya Allah bukankah aku telah menyampaikannya?”.

Kalimat di atas mengisyaratkan banyak pelajaran hidup, agar umat Islam mengetahui demarkasi hari, tempat, dan bulan yang suci. 3 hal ini menggambarkan pentingnya manusia menghargai dan memulyakan waktu, wilayah, dan bulan yang disucikan.

Dalam kalimat selanjutnya, beliau juga menitikberatkan jaminan terpeliharanya jiwa dan nyawa manusia, terjaminnya harta benda dan persoalan ekonomi dan muamalah, serta penjagaan terhadap terjaminnya kehormatan martabat dan derajat seorang manusia.

Setelah menyampaikan hal tersebut, Rasulullah menyampaikan kepada Allah bahwa wasiat-wasiat itu sudah aku sampaikan kepada umat manusia. Ini merupakan bukti beliau adalah seorang utusan yang menyampaikan pesan terakhir tugas seorang utusan. Kesan yang muncul, kalimat itu juga mengisyaratkan bahwa Rasulullah telah terbebas dari tugas seorang utusan, mana kala pesan amanah itu telah tersampaikan.

Dalam riwayat lain, setelah shalat jamak dzuhur dan ashar di daerah sokhrat, beliau menyampaikan QS Al Maidah ayat 3 yang artinya,: pada hari ini telah aku sempurnakan bagimu agamamu dan aku lengkapkan untukmu nikmat-Ku, dan aku ridhai bagimu, Islam sebagai agamamu.

Ayat di atas, ketika di sampaikan Rasulullah SAW, semua sahabat merasakan keperihan kedua. Abu Bakar ra terisak berderai air mata. Karena arah dan muatan ayat itu semakin jelas, bahwa orang yang selama ini mereka cintai dan penerus risalah Tuhan akan meninggalkan mereka selama-lamanya.

Delapan puluh satu hari setelahnya, Rasulullah SAW, panutan umat, nabi yang agung, berpulang ke rahmatullah pada hari senin 12 rabiul awwal 11 H atau 7 juni 632 M, di kota suci Madinah AlMunawarah, kota nabi nan bercahaya.

Dari potongan khutbah wada’ di atas, paling tidak dapat di simpulkan, pertama: bahwa wada’ merupakan demarkasi antara kehidupan dan kematian. Bukan berpisah dengan baitullah. Justru baitullah adalah rumah dimana semua ruh (ruhani) akan kembali. Haji dimana kita melakukan banyak ritual di baitullah menunjukan agar kita jangan pernah lupa dengan rumah Allah yang satu ini.

Kedua: wada’ adalah demarkasi perilaku, antara yang haq dan batil dalam menjalani kehidupan setelah melaksanakan ibadah haji. Kemampuan membatasi dan siap berpisah dengan perilaku batil dan kemaksiatan. Mengganti perbuatan tidak terpuji dengan akhlak yang terpuji.

Ketiga: wada’ mengisyaratkan manusia yang sudah berhaji siap menjadi insan yang haram (dihormati, suci, mulia). Siap merasakan keperihan berpisah dengan kemaksiatan dan suci bersih dari noda dosa kemaksiatan itu.

Pulang dari tanah suci, pulang setelah berada di bulan suci, serta pulang setelah berada di hari yang suci, insan yang sudah wada’ atau berhaji akan menjadi manusia-manusia yang suci dan bersih dari noda dan dosa pula. Semua dosa diampuni, keimanan bertambah kokoh dan ketaatan bertambah kuat.

You may also like

HUMAS/AUAK

IAIN PALANGKA RAYA

Kampus Itah News

Fakultas

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

COPYRIGHT © 2018-2023 HUMAS IAIN PALANGKA RAYA

PROUDLY POWERED BY TEKNO HOLISTIK