Rektor IAIN Palangka Raya Menilai Terbitnya SE Menag No. 05 Tahun 2022 Demi Menghindari Antipati terhadap Masjid dan Mushalla
Oleh: Dr. H. Khairil Anwar, M. Ag.
Dalam beberapa hari terakhir ini, SE Menag No. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musholla sudah viral dan bahkan menjadi trending topic pro kontra di berbagai media massa. Agaknya perbedaan pendapat dalam mengikapi SE No. 05 Tahun 2022 tidak bisa terhindarkan di alam demokrasi Indonesia dan di tengah perkembangan media sosial yang semakin pesat sekarang ini.
Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat Indonesia dikenal sangat plural dan multikultural, terdiri dari berbagai suku, paham, aliran, dan agama, yang memerlukan keharmonisan, kerukunan, ketertiban, ketenteraman, dan kedamaian yang dalam istilah PBB learning to live together. Oleh karena itu untuk menjaga dan merawat kedamaian dan keharmonisan tersebut agar tetap abadi dan langgeng tentu diperlukan kehadiran negara atau pemerintah. Pemerintah dalam hal ini Kemenag RI berwenang mengatur pengeras suara di masjid dan musholla demi menjaga kerukunan di tengah perbedaan paham dan agama yang sejatinya merupakan bagian dari implementasi moderasi beragama.
Moderasi beragama mempunyai berbagai indikator. Salah satunya adalah toleransi intern dan antarumat beragama, baik toleran pasif maupun aktif. Agaknya, kebanyakan masyarakat Indonesia lebih senang bersikap toleransi pasif, yang hanya sekedar menghormati dan menghargai perbedaan tanpa mau bekerja sama dan bersinergi dalam bidang muamalah dibandingkan toleransi aktif yang mengajak bekerja sama, bersinergi, dan berkolaborasi. Dalam konteks SE Menag No. 05 Tahun 2022 ini, saya memahami bahwa Gus Menteri Agama RI mengajak kepada kita untuk bertoleransi aktif, khususnya dengan orang yang berbeda paham dan agama.
Sejatinya, mengatur pengeras suara di masjid dan musholla sangat penting untuk ketertiban dan keharmonisan masyarakat yang berbeda di lingkungan masjid atau musholla, terutama yang padat penduduknya yang masyarakatnya plural, tidak hanya di masa sekarang, melainkan juga di masa-masa yang akan datang. Mengapa? Karena di masyarakat plural yang berbeda paham dan agama dipastikan terdapat potensi konflik dan sewaktu-waktu konflik tersebut dapat menjadi aktual. Untuk menghindari konflik dan antipati orang terhadap masjid dan musholla diperlukan aturan SE Menag RI No 05 Tahun 2022 tersebut. Allah swt befirman dalam QS al-An’am, ayat 108: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, maka (akibatnya) mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan:.
Agaknya menggunakan pengeras suara melampaui batas kewajaran dan kemoderatan dipastikan akan menimbulkan konflik dan antipati masyarakat terhadap masjid, bukan saja dari non-muslim, melainkan juga kaum muslim yang boleh jadi mereka sedang sakit atau masih membutuhkan istirahat beberapa waktu untuk melanjutkan tidurnya sebelum berakhirnya waktu subuh.
Demikian komentar Rektor IAIN Palangka Raya terkait perbedaan penyikapan di masyarakat terhadap SE Menag No. 05 Tahun 2022.