Home Buletin Menuju Arafah (6): Totalitas Ikhlas dalam Haji

Menuju Arafah (6): Totalitas Ikhlas dalam Haji

by Humas IAIN Palangka Raya
0 comment 192 views

Oleh: Ahmad Dakhoir (PPIH Kloter BDJ 3)

Manusia pada mulanya sangat dekat dengan Tuhan. Tetapi karena berdosa dia menjauh dengan Allah, Allah juga menjauh dengan manusia. Namun jika mau bertaubat sungguh-sungguh, manusia berdekatan kembali. Salah satu cara dekat dengan Allah adalah dengan berkorban.

Dahulu manusia menilai bahwa semakin besar nilai yang dikorbankan semakin tinggi nilai itu di hadapan Tuhan. Oleh karenanya, manusia mengorbankan dari yang paling kecil, mulai kambing, membesar manjadi sapi, terus membesar berkorban dengan onta.

Pemikiran seperti ini terus menggiring manusia mencari dan terus mencari, apa kira-kira korban yang paling tinggi nilainya dan paling mahal.

Tibalah mereka pada situasi bahwa yang dikorbankan atau sesuatu yang dipersembahkan, bukan lagi binatang yang paling mahal, tetapi yang dipersembahkan adalah manusia.

Sejarah mengenal orang Meksiko dulu, yang menyembah dewa matahari, mereka mempersembahkan jantung dan darah manusia. Orang Viking yang hidup di Skandinavia menyembah dewa perang, mereka mempersembahkan ksatria hebat, diikat kemudian dilempar tombak. Dalam tradisi Mesir kuno, yang dipersembahkan adalah gadis cantik, diikat lalu di tenggelamkan di sungai Nil. Demikian dengan kaum Kan’an di Iraq, mempersembahkan seorang bayi.

Tradisi itu terjadi sampai pada masa Ibrahim. Sebuah ujian di luar batas akal sehat itu, dituntut Tuhan sebagai wujud implementasi nadzar atas ucapan-ucapan Ibrahim.

Singkat cerita, ujian itu akhirnya sampai pada titik kulminasi cinta dan taat seorang hamba kepada Tuhannya. Titik itu berujung pada peristiwa pilu, peristiwa yang menguji batas kesetiaan, mengukur tingkat loyalitas esoteris, dan menguji totalitas ikhlas satu keluarga yang penuh ketentraman dan kasih sayang, dengan memisahkan nyawa putra tersayang dengan cara disembelih.

Dari kisah ujian kesetiaan total keluarga Ibrahim, Hajar, dan Ismail, kita bisa memetik hikmah, bahwa fit and proper test Ibrahim sekeluarga menjadi Khalilullah ditempuh dengan ujian-ujian mental yang sangat berat bahkan di luar batas kemanusiaan. Inilah kemabruran sejati Ibrahim Khalilullah.

Jika di banding-banding dengan manasik haji dan umrah yang biasa kita lalukan, tentu tak dapat dibandingkan keringanan, kemudahan-kemudahan yang kita dapatkan. Dahulu Hajar, berlari-lari bolak balik dalam terik panas, shafa ke marwa, penuh tangis keprihatinan, hari ini kita ber-sya’i dalam ruang ber AC, lantai mulus, wangi nan sejuk.

Jika dahulu, Ibrahim di uji membawa, berjalan dan mengorbankan putra yg sangat dicintainya, dengan digoda berbagai sogokan, cuitan, cibiran yg menghujam mental agar membatalkan niat buruk itu (ujar setan), hari ini semua perjalanan telah terfasilitasi dengan bus-bus berAC, berWC, murur, bonus beragam badal, penuh minuman segar dan tenda-tenda sejuk berbantal dan berkasur empuk.

Sungguh tak berbanding, dan tak mungkin dibandingkan. Jika betul tidak mungkin dibandingkan, maka tolong angkat tanganmu, mari angkat tangan kita dan ucapkan syukur : “Terimakasih ya Robb, jadikan manasikku haji tahun ini, manasik yang sama kualitasnya dengan manasik Ibrahim sekeluarga, berkah syafaat kekasih-Mu Nabi Muhammad SAW.” Terimakasih ya Allah, kami datang memenuhi undangan-Mu.

Labbaiakallahumma labbaik, labbaika la syarikala kalabbaik. Innalhamda wanni’mata laka walmulk la syarikalak. Amin amin amin. Wallahu’alam bishshawab.

You may also like

HUMAS/AUAK

IAIN PALANGKA RAYA

Kampus Itah News

Fakultas

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

COPYRIGHT © 2018-2023 HUMAS IAIN PALANGKA RAYA

PROUDLY POWERED BY TEKNO HOLISTIK