Home Buletin Menuju Arafah (1): “Ayam dan Pusaran Cinta Baitullah”

Menuju Arafah (1): “Ayam dan Pusaran Cinta Baitullah”

by Humas IAIN Palangka Raya
0 comment 395 views

Oleh: Ahmad Dakhoir (PPIH Kloter BDJ 3)

Siapa yang tidak gembira ketika mendapatkan undangan menjadi tamu Allah SWT berhaji ke tanah yg di hormati yaitu Haji ke Baitullah Makkah dan Madinah. Tahun 2024, calon jamaah haji Indonesia berjumlah 241 ribu jamaah. Jumlah yang tidak sedikit, jika orientasi haji 241 ribu jamaah ini betul-betul menuju kemabruran, maka 241 ribu akan membawa cahaya kebaikan bagi bangsa kita.

Untuk memperkuat nilai-nilai dampak ibadah haji, paling tidak ada satu dimensi pelajaran berharga yang dapat di petik dari ibadah fisik dalam Islam ini.

Menurut hemat saya, lewat haji seharusnya dapat mengembangkan beberapa aspek kebutuhan manusia, baik kehidupan sosial ekonomi pendidikan. Tatkala haji yang kita lakukan biasanya adalah thawaf. Ketika thawaf maka kita teringat dengan 4 orang yaitu Ibrahim, Hajar, Ismail dan Nabi Besar Muhammad SAW.

Selain teringat dengan 4 orang itu, kita juga akan melihat langsung ada bangunan tua yang bernama Kabah. Ketika thawaf maka jamaah haji mengelilingi sebanyak 7 kali putar.

Terkait dengan Kabah dan 7 kali putaran ini, tentu mengundang banyak tanya. Apa sebetulnya tujuan mutar-mutar seperti itu, dan 7 kali pula. Dalam antropologi budaya Jawa, orang tua kita dahulu memiliki perlakuan yang unik kepada binatang yang namanya ayam.

Jika baru membeli ayam, orang tua dulu tidak langsung memasukkan ayam ke dalam kandang, apalagi mengikatnya. Ayam yang baru di beli di taruh di bawah ketiak, lalu di jepit, kemudian ayam di ajak mutar-mutar keliling rumah sebanyak 7 kali. Ternyata apa manfaatnya, ayam yang baru di beli dan sudah di ajak mutar-mutar, ternyata dapat mengubah karakter ayam menjadi lebih jinak, lebih cepat kenal dengan yg punya ayam, dan lebih betah dengan rumah yang di kelilinginya. Psikologi ayam merasa lebih nyaman di rumah itu.

Dari perilaku ayam itu, saya teringat dengan thawaf. Jika kita sering mengelilingi Kabah pasti akan membentuk jiwa manusia ini menjadi lebih betah dengan Kabah, betah nyaman dengan Baitullah.

Ketika kita bicara Kabah, yang teringat di benak kita bahwa Kabah itu ternyata adalah Qiblat. Tapi harus kita lihat bahwa Qiblat umat Islam yg namanya Kabah itu dalam hal apa. Ternyata sederhana, yaitu ketika kita shalat dan ketika kita meninggal dunia. Shalat harus menghadap ke Kabah. Meninggal juga di hadapkan ke Kabah.

Jika anda di tanya, qiblatmu mana? Qiblat saya adalah Kabah, dalam hal apa? Dalam hal shalat dan meninggal dunia.

Tetapi umat Islam ternyata dalam kehidupan selain 2 itu (shalat dan mati). Ternyata qiblatnya bermacam-macam. Ekonomi Qiblat kita China dan Amerika, iptek Qiblat kita ternyata Jepang dan Jerman, pendidikan Qiblat kita ternyata Eropa dan Amerika, ilmu hukum Qiblat kita ternyata Balanda. Karena itu umat Islam ternyata qiblatnya bermacam-macam.

Coba jika kita renungkan ketika haji, bahwa dengan haji itu agar menuntun kita berkiblat kepada Kabah saja, dimana di balik Kabah itu ada tuntunan 4 manusia mulya, maka umat Islam seharusnya bisa menjadi hebat dan luar biasa. Dalam hal kepemimpinan kita bisa berkiblat kepada Ibrahim, belajar bertanggung jawab kepada generasi muda dan penerus, kita bisa berkiblat kepada Siti Hajar, ketika kita ingin belajar keyakinan dan patuh kepada Tuhan dan orang tua, kita bisa berkiblat kepada Ismail. Nabi Muhammad SAW jauh lebih komplit lagi, beliau ada rahmat keteladanan bagi umat manusia.

Oleh sebab itu, Haji, Kabah dan prilaku manusia, ritual dan orientasi ini harus terhubung dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan setelah berhaji. Sebab semua ritual haji mulai dari ihram hingga tahallul membuat manusia lebih betah dengan rumah Tuhan (Baitullah) dan tentu saja pemiliknya.

You may also like

HUMAS/AUAK

IAIN PALANGKA RAYA

Kampus Itah News

Fakultas

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

COPYRIGHT © 2018-2023 HUMAS IAIN PALANGKA RAYA

PROUDLY POWERED BY TEKNO HOLISTIK