Home Buletin Menuju Arafah (8): Adzan, Adzdzin, dan Detik-detik Memenuhi Seruan

Menuju Arafah (8): Adzan, Adzdzin, dan Detik-detik Memenuhi Seruan

by Humas IAIN Palangka Raya
0 comment 384 views

Oleh: Ahmad Dakhoir (PPIH Kloter BDJ 3)

Tak lebih dari 24 jam lagi, kalimat Talbiyah akan berkumandang. Seruan untuk meng-esa-kan Allah, yang disampaikan Ibrahim 4000 tahun yang lalu sebentar lagi akan tiba. Armuzna, Arafah, Muzdalifah, Mina dan Baitullah adalah tempat seruan itu.

Dalam literasi agama, seruan atau panggilan atau pemenuhan, yang diperitahkan Allah bukanlah seruan biasa. Sakralitas seruan Allah adalah undangan Allah berupa keberkahan, kenikmatan, hidayah, dan rahmat luar biasa bagi yang diseru.

Dalam Al-Quran, seruan disebut beberapa bentuk dengan istilah adzan atau adzdzin atau nadza. Untuk adzan dan adzdzin ada 9 kali disebut dalam Al-Quran. Sedangkan kata nadza disebut sebanyak 53 kali dalam Al-Quran.

Adzan, adzdzin, nadza memiliki konteks makna yang sama. Adzan adalah seruan panggilan untuk shalat, dan panggilan untuk berhaji ternyata juga menggunakan kata yang sama yaitu adzdzin. Hanya saja menggunakan kalimat perintah. Ini mengisyaratkan bahwa shalat dan haji memiliki sakralitas yang hampir sama.

Pada konteks haji, seruan haji termaktub di dalam QS alhajj ayat 27, yaitu Wa adzdzin fin-nâsi bil-ḫajji ya’tûka rijâlaw wa ‘alâ kulli dlâmiriy ya’tîna min kulli fajjin ‘amîq. Artinya: “(Wahai Ibrahim, serulah manusia untuk (mengerjakan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.”

Menurut Imam Qurthubi dan Wahbah Al Zuhaili, seruan itu turun ketika Nabi Ibrahim as selesai membangun puing-puing Kabah yang waktu itu tersisa pondasi. Kemudian Allah meminta kepada Nabi Ibrahim as agar menyeru kepada umat manusia untuk haji. Namun Nabi Ibrahim as merasa ragu karena suaranya tidak mungkin menjangkau dan terdengar oleh alam dan seluruh umat manusia di muka bumi. Untuk meyakinkan itu, Allah kemudian berfirman: “Serukan saja, nanti Aku yang akan menyampaikan seruan itu.”

Ketika Ibrahim menyeru dari atas jabal abi qubais, apa yang terjadi, Ibnu Katsir dan Imam Qurthubi menyebutkan, seluruh batu, gunung, gurun, pohon, bumi, langit menunduk dan hormat. Tidak hanya batu dan gunung, seluruh umat manusia, ruh-ruh yang berada dalam alam rahim, dan bahkan cikal bakal ruh yang masih tertiup di tulang sulbipun mendengarkan seruan itu.

Dari semua makhluk yang mendengar seruan Ibrahim, namun sayangnya, tidak semua ruh, manusia, dan benda-benda itu menjawab “labbaikallahumma labbaik”. Dalam berbagai tafsir yang lain, mereka yang menjawab dengan labbaikallahumma labbaik, maka ia akan dijalankan menuju baitullah. Semakin banyak menjawab labbaikallahumma labbaik maka semakin sering dan banyak pula ia akan mendatangi baitullah untuk berhaji.

Kembali kepada kata “adzdzin,” sakralitas seruan haji menggunakan sighat (bentuk kata) fi’il amr, yang berarti serulah, undanglah, datangkanlah. Dalam pendekatan linguistik, kalimat ini tidak bermakna parsial hanya mengundang dan menyeru. Namun dalam hakikat haji, seruan selalu berbarengan dengan memberikan sarana, dukungan fasilitas, dan kemudahan dalam memenuhi menuju seruan itu. Mereka yang diseru Tuhan untuk haji, akan hadir dengan kekuasaan Tuhan pula. Allah yang menyeru, Allah pula yang akan memampukan, menjalankan, memudahkan, dan harapan kita semua, semoga Allah SWT juga memabrurkan kita.

Seruan Allah dan keluarga Nabi Ibrahim as ini bertujuan untuk apa? Satu tujuan yaitu menuju Allah SWT, dan satu waktu untuk Allah SWT. Labbaikallahumma labbaik, mari kita sebut kalimat itu sebanyak-banyaknya sebagai wujud syukur atas rahmat-Nya yang telah mengizinkan dan mengundang kita di tanah haram ini. Amin amin. Wallahualam bishshawab.

You may also like

HUMAS/AUAK

IAIN PALANGKA RAYA

Kampus Itah News

Fakultas

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

COPYRIGHT © 2018-2023 HUMAS IAIN PALANGKA RAYA

PROUDLY POWERED BY TEKNO HOLISTIK