PALANGKA RAYA – Di saat tersebarnya Covid-19, selain kita bersama-sama disiplin melewan penyebaran Corona, kita juga perlu berempati kepada orang-orang yang terdampak Corona, terutama dampak ekonomi. Tidak sedikit masyarakat yang kesulitan mencari rezeki setiap harinya, atau ada yang terkena PHK, atau ustadz-ustadzah yang tidak ada pekerjaan atau sebab lainnya sehingga mereka menjadi sangat kekurangan dan perlu uluran tangan, apalagi di saat diberlakukannya PSBB. Mungkin di antara mereka itu ada keluarga kita, atau tetangga kita yang kelaparan karena ketiadaan yang dimakan. Dalam konteks ini, Nabi mengatakan: “Tidaklah sempurna iman seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang sedangkan tetangganya kelaparan.”
Di sinilah diperlukan empati sosial dan kepedulian untuk saling membantu dan berbagi rezeki. Bukankah Allah berfirman:
“Di dalam harta mereka terdapat hak bagi orang yang meminta (as-saail) dan tidak mau meminta karena menjaga harga dirinya (almahrum).” Boleh jadi, ada orang yang mati di jalan atau tergeletak di rumah itu mati kelaparan karena menjaga harga dirinya sehingga tidak mau meminta-minta. Boleh jadi ustadz guru mengaji yang menjual sepeda motornya itu juga karena menjaga harga dirinya tidak mau meminta-minta. Di sinilai diperlukan kejelian dan ketelitian data orang yang memerlukan bantuan.
Disisi lain, di saat banyak orang yang peduli membantu mereka yang terdampak Covid-19, sebaiknya dihindari sementara penilaian pejoratif kepada orang yang membantu, seperti menilainya riya, ujub, dan sum’ah. Sebagai manusia, kita menilai dari segi zhahirnya saja, dan Allahlah yang menilai dari segi batinnya.
Sejatinya semua rezeki yang diinfakkan di jalan Allah pasti akan dibalas oleh Allah swt, didoakan oleh malaikat dan bahkan menjadi tabungan di akhirat kelak. Walhasil, beruntunglah orang yang mau berbagi dengan sesama. Orang kaya yang peduli dan membantu orang lain adalah indah. Tapi lebih indah lagi orang yang terbatas rezekinya mau membantu dan berbagi dengan sesamanya. Semoga.
