IAIN Palangka Raya – Bulan Ramadhan 1444 H sudah berjalan selama 8 hari, umat Islam diberbagai penjuru dunia melaksanakan berbagai macam rangkaian ibadah yang mana mendapatkan keistimewaan dari Allah SWT berupa lipat ganda ganjaran pahala. Salah satu ibadah yang melekat di bulan Ramadhan adalah zakat. Pada dasarnya hanya zakat fitrah sajalah yang secara langsung berkaitan dengan bulan Ramadhan, sedangkan zakat harta tidak. Akan tetapi tidak dipungkiri bahwa penghimpunan zakat harta juga meningkat signifikan ketika masuknya bulan Ramadhan.
Berangkat dari hal tersebut, tidak salahnya kembali kita merenungkan beberapa hikmah dan tujuan dari ibadah zakat ini dengan harapan dana zakat di tahun ini semakin tumbuh persentasi penghimpunannya dan bermanfaat besar bagi kemashlahatan umat di negeri yang kita cintai ini. Dr. Abdullah Ibn Manshur al-Ghufili dalam kitabnya Nawazil al-Zakat menyebutkan beberapa tujuan dan hikmah dari pensyariatan zakat.
Pertama, menunaikan zakat merupakan bentuk nyata ketaatan dan ketundukan serta penghambaan kepada Allah. Menunaikan zakat sebagai manifestasi atau implementasi dari ketaqawan yaitu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah (2): 23 dan QS. at-Taubah (14): 7.
Kedua, menunaikan zakat sebagai bentuk ungkapan rasa syukur (berterima kasih) kepada Allah atas harta yang telah diberikan kepada seorang muslim. Syukur atas nikmat Allah adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim, sebagaiman substansi QS. Ibrahim (9): 7. Imam as-Subki rahimahullah dalam kitab beliau fatawa as-Subki (1/198) mengatakan“diantara makna zakat adalah bersyukur atas nikmat Allah, rasa syukur ini berlaku juga untuk semua nikmat yang diberikan baik pada fisik manusia ataupun harta karena Allah memberikan nikmat badan dan harta maka wajib bagi manusia untuk bersyukur atas nikmat-nikmat tersebut”.
Ketiga, membersihkan muzakki dari dosa, sebagaimana dijelaskan dalam QS. at-Taubah (9): 105. Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu (5/197) menyatakan bahwa ‘illat (alasan) hukum wajibnya zakat adalah membersihkan jiwa dari dosa. Hal ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Mu’adz Ibn Jabal dan diriwayatkan juga oleh Imam at-Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW bersabda “as-shadaqatu tuthfiul khatiiah kamaa yuthfiul maa’u an-naar” artinya sedekat (zakat) dapat menghapus (dosa disebabkan) kesalahan sebagaimana air yang memadamkan api.
Keempat, membersihkan muzakki dari sifat kikir dan bakhil. Al-Kassani menjelaskan bahwa zakat dapat membersihkan pelakunya dari sifat kikir, yaitu sifat yang tercela tentang pandangan hidup mengenai harta yang menyebabkan cinta dunia, cinta keabadian, dan bermegah-megah. Karenanya, kikir merupakan sebab utama lahirnya sikap memuja dunia sehingga melupakan akhirat. Hal ini kemudian menjadi sebab seorang yang kikir disebut Nabi Muhammad SAW dengan istilah Ubbad al-Maal wa ad-Dunya (Hamba harta dan dunia). sementara sifat bakhil merupakan sifat tercela karena menggambarkan tenggelamnya seseorang dalam ikhtiar seseorang untuk mendapatkan harta dan menghitung-hitung pertambahannya.
Kelima, Membersihkan harta. Dalam harta yang telah terpenuhi syarat dikeluarkannya zakat ada hak-hak orang yang lemah. Oleh sebab itu, mengeluarkan zakat berarti membersihkan harta dalam arti bahwa harta yang telah dizakatkan merupakan harta yang halal untuk digunakan oleh pemiliknya karena hak orang-orang yang lemah dari harta tersebut telah ditunaikan. Sebaliknya, memakan harta yang tidak dizakati berarti memakan harta secara batil karena memakan hak orang lain yang ada pada harta tersebut. Hal ini diisyaratkan oleh Nabi Muhammad SAW secara langsung dengan melarang untuk memberikan zakat kepada keluarga Nabi disebabkan zakat adalah kotoran manusia (awasakh an-naas). Dengan mengeluarkan zakat berarti seseorang telah menghilang kotoran tersebut dari hartanya.
Keenam, membersihkan hati dhuafa dari sifat dengki dan hasad. Orang-orang lemah atau dhuafa terkadang cemburu, dengki dan iri kepada orang kaya disebabkan berbeda strata sosial/ yang dialaminya. Sifat dengki dan iri tersebut merupakan penyebabn dari lemahnya solidaritas sosial umat Islam. Zakat diharapkan dapat menjadi pencegah (sadd al-dzari’ah) melemahnya solidaritas sosial umat Islam, karena persatuan umat Islam merupakan modal sosial yang sangat berharga.
Ketujuh, menyetarakan antara yang kaya dan yang miskin. Dalam kitab al-Bada’i al-Shana’i (2/7) Imam al-Kassani menjelaskan bahwa menunaikan zakat berarti menolong orang-orang yang lemah dan teraniaya. Zakat dapat membangkitkan dan mengokohkan mereka menajdi hamba yang kuat untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dengan memeliha akidah dan melaksanakan ibadah kepada-Nya. Sebagaimana kaidah al-wasilatu ilaa ada’i al-mafrudhi mafrudhatun artinya bahwa media atau perantara untuk mencapai sesuatu yang diwajibkan adalah wajib. Dalam hal ini zakat sebagai media untuk orang-orang lemah dalam melaksanakan berbagai kewajiban yang Allah tetapkan.
Kedelapan, tumbuh dan berkembannya harta yang dizakati. Memang secara kuantitas harta yang dikeluarkan zakatnya berkurang jumlahnya. Akan tetapi, harta yang berkurang tersebut akan ditumbuhkan oleh Allah sehingga jumlahnya akan bertambah, sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. al-Baqarah (2): 276 dan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda “Maa naqashats shadaqatun min maalin” artinya sedekah (zakat) tidaklah mengurangi (jumlah) harta.
Kesembilan, membentuk tanggung jawab sosial. Zakat merupakan media yang sangat penting perannya dalam membentuk sikap saling membantu, kasih sayang, dan saling berbagi diantara manusia. Dengan zakat akan menghilangkan hal-hal yang membahayakan bagi masyarakat seperti sikap hasad dan kebencian satu sama lain, sehingga masyarakat akan memiliki pesatuan yang kokoh sebagaimana diumpamakan dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Nu’man Ibn Basyir bahwa orang-oarng mukmin seperti jasan yang satu, apabila ada bagian tubuh yang satu, apabila ada tubuh yang sakit, bagian tubuh yang lainnya ikut merasakannya.
Demikanlah beberapa hikmah dan tujuan dari pelaksanaan ibadah zakat, semoga tulisan sederhana ini menjadi salah satu wasilah bagi umat Islam khuhusnya di Kalimantan Tengah untuk meningkatkan kesadaran dalam menunaikan zakat, aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.
Palangka Raya, 8 Ramadhan 1444 H
*Dosen Prodi Manajemen Zakat dan Wakaf FEBI IAIN Palangka Raya