Ditulis : Ibnu Elmi A.S. Pelu
TULISAN ini bukan sebuah konsep final tetapi lebih mengarah kepada upaya mengajak kita semua untuk berpikir lebih sempurna tentang peran dalam melahirkan pimpinan negara perspektif keberlanjutan kesejahteraan umum.
Proses terlahirnya seorang pemimpin adalah produk proses politik yang membawa konsekuensi faktual merenggangnya makna persatuan dan kesatuan akibat proses tahapan politik yang digariskan dalam legal formal. Seiring proses tersebut disikapi secara maklum bahwa antara lain : pertama, kita mengakui dan menghormati proses politik meski harus mengalami kerusakan pada tatanan hubungan sosial. Kedua, hubungan sosial menjadi tegang karena adanya sikap benturan dalam meraih dukungan untuk menang di ruang publik. Sering menanggalkan etika dan norma hukum yang hanya menjadi lukisan teori nilai semata.
Fakta yang cukup terbaca di ruang publik dan dunia maya memberikan kesan permusuhan berupa penghujatan, fitnah, hoax dan menjadikan agama sebagai sarana rekayasa arahan politik dan peran alat kekuasaan belum sepenuhnya mampu menjadi bandul penyeimbang dalam agenda politik lima tahunan. Menjadikan sifat sensitif menguasai alam pikir dan tindakan.
Kondisi tersebut sangat miris ketika menari nari diatas konsep NKRI yang mengakui konsep Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai causa prima / sebab utaman bahwa agama sebagai sumber nilai, yang merefleksi kedalam konsep kemanusia yang menjunjung peradaban dan keadilan, agama sebagai pengikat persatuan, agama nilai dalam tata hubungan pemerintahan. Serta agama tolak ukur penerapan keadilan sosial.
Kondisi sedemikian sebaiknya ada gerakan penyeimbang untuk menyelamatkan perjalanan demokrasi untuk melahirkan sosok pemimpin yang dapat membawa NKRI sesuai tujuan pendiri bangsa.
Sikap penyeimbang harus dilakukan oleh alat atau organ kekuasaan secara adil mengedepankan legal sebagai rule of game. Masyarakat di buka akses untuk memberikan kontrol di ruang publik sesuai legal dan norm.
Para tokoh agama, tokoh masyarakat dan cendikia tetap menyampaikan hak politik untuk memilih. Tetapi harus lebih mampu menjaga keseimbangan dalam kurun waktu selama proses pemilu berlangsung demi objektivitas tercapainya kepentingan nasional. Agar negara dalam agendanya tidak terjerumus dalam kehancuran.
Simpulan yang ingin saya sampaikan bahwa segenap elit dan tokoh perlu mengedepankan kepentingan nasional dalam menjaga dan merawat tujuan demi keberlangsungan negara dalam tiga tahapan yakni pra proses pemilu, proses pemilu dan pasca proses pemilu. Karena negara saat ini memerlukan peran elit dan tokoh sebagai bandul penyeimbang dalam berdemokrasi lima tahunan.
2.5K