Palangka Raya – Lelah menempuh perjalanan yang diawali pada pukul 06.30 WIB dari Palangka Raya ke Surabaya, dilanjutkan dengan kereta api ke Semarang dan diakhiri di Kudus pada pukul 21.30 WIB terbayar lunas. Rombongan pengelola Jurnal Transformatif (Islamic Studies) yang diterbitkan Pascasarjana IAIN Palangka Raya disambut dengan penuh kehangatan oleh pengelola Qudus International Journal of Islamic Studies yang diterbitkan oleh Institut Agama islam Negeri Kudus.
Setelah memaparkan tujuan kunjungan ke Rumah Jurnal IAIN Kudus, Wakil Direktur Pascasarjana IAIN Palangka raya, Dr. M. Ali Sibram Malisi, M.Ag., menyerahkan tanda mata dari IAIN Palangka Raya kepada Editor-in-Chief QIJIS, Wahibur Rokhman. Pada Kamis, 19 Desember 2019 itu pengelola Jurnal Transformatif (Islamic Studies) menyimak bagaimana QIJIS tumbuh dan berkembang menjadi salah satu jurnal kebanggaan tidak hanya Pergutuan Tinggi Kegamaan Islam tapi juga dunia riset Indonesia. Untuk menjadi salah satu dari 51 jurnal terbitan Indonesia yang terindeks di Scopus, Wahibur Rochman menuturkan bahwa syarat utama adalah dukungan dari kampus ditambah passion pengelola QIJIS. “Bahkan kami pernah mati suri selama satu tahun karena semua pengelola diganti, “ tuturnya.
Empat jam berdiskusi dengan Pengelola QIJIS tidaklah memadai untuk menghilangkan dahada pengelola Jurnal Transformatif (Islamic Studies). Karena itu acara bedah jurnal QUDUS dilanjutkan pada Jumat, 20 Desember 2019. Sesi kedua ini lebih terfokus pada aspek pengelolaan Open Journal System dan pengelolaan naskah di QIJIS. “Setelah terindeks di Scopus, terus terang, tingkat penolakan QIJIS mencapai lebuh dari 92%, “ ungkap Managing Editor QIJIS, Muhamad Mustaqim, “tapi kami tetap konsisten untuk tetap hanya menerbitkan tujuh artikel setiap nomornya.”
Pengelola QIJIS juga menyambut dengan tangan terbuka jika civitas academica IAIN Palangka Raya yang ingin menyumbangkan naskahnya ke QIJIS. “Akan diterbitkan jika memenuhi standar mutu QIJIS, “ tandas Wahibur Rokhman. Editor-in-Chief Jurnal Transformatif (Islamic Studies), Abdul Syahid, juga meminta agar agar kunjungan ini dipererat dengan program kemitraan lain seperti naskah yang ditulis civitas academica IAIN Palangka Raya bisa ‘dipermak’ oleh pengelola QIJIS sampai layak terbit. Usul yang bagus itu direspon positif oleh Muhamad Mustaqim. “Kami tunggu tindak lanjutnya, “ ujarnya dengan ramah.
Pengelola QIJIS tak hanya memaparkan tentang aspek manajerial dan substansial jurnal akademik tapi jupa mengajak tim dari Pascasarjana IAIN Palangka Raya mengunjungi destinasi wisata di Kudus. Di sekitar Masjid Al Aqsa Manarat Qudus (disebut juga dengan Masjid Al Manar/Mesjid Menara) dengan menara Kudus yang mengadaptasi budaya lokal Hindu-Budha, dimakamkan salah satu sosok terpenting di Kudus sejak abad ke-16, yakni Kanjeng Sunan Kudus (KSK). Figur KSK begitu kuat mewarnai kehidupan Kudus hingga abad ke-21 ini karena KSK telah membangun pondasi pengajaran keagamaan dan kebudayaan yang toleran. Untuk menghargai pemeluk Hindu yang mengormati sapi/ lembu, KSK mengajak pengikut beliau untuk tidak menyembelih sapi dan mengkonsumsi dagingnya melainkan kerbau. Rombongan Pascasarjana IAIN Palangka Raya pun disuguhi berbagai menu yang diolah dari daging kerbau seperti sate dan soto kerbau. “Favorit saya, sih, nasi pindang kerbau, “ ungkap M. Ali Sibram Malisi seraya mengacungkan dua jempolnya.
Wisata Kudus pun kian semarak saat tim dari Pascasarjana IAIN Palangka Raya diantarkan ke Museum Jenang dan Museum Kretek. Rombongan juga diantarkan berziarah ke Makam SUnan Muria, 18 KM jauhnya dari pusat kota Kudus. Kebahagiaan rombongan kian sempurna dengan jamuan keluarga Ibu Dekan Fakultas Syariah IAIN Kudus, Dr. Any Ismayawati, kolega Wakil Direktur Pascasarjana IAIN Palangka Raya ketika sama-sama mengikuti Short Course di Leiden University di Belanda.
